CONTOH CERPEN DAN TEKS MONOLOG

“LAGU KEMATIAN”


  “Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun nung, selamat ulang tahun.” 16 tahun aku sangat menyukai lagu itu, itu adalah lagu dimana aku bisa berharap besar untuk kehidupanku dimasa mendatang.
Aku penyanyi tunggal di setiap ulang tahunku ! aku seperti orang gila ! menyanyi, menari, tertawa, menangis mengingat semua yang telah ku lalui, bahkan makewish didepan kaca. Sedih ? pasti!
Aku terdiam menikmati redup cahaya lilin, kupandang indah kue donat sebagai kue ulang tahunku, kutangisi siluet tunggal di dinding kamar, yah.. hanya ada siluet ku di dinding kamar itu ! tangisan ku semakin terisak membayangkan bagaimana bahagianya aku jika siluet di dinding itu ada ibu, ayah dan kaka ? bagaimana bahagianya aku jika di kamarku ada gurauan mereka, dan tawa mereka. Dingin angin malam menerobos jendela kamar dan menyadarkan hati serta fikiranku !
Hati dan fikiranku berdialog :
Hati     : “tuhan, aku ingin seperti mereka !. mereka yang bisa berkumpul dengan keluarga”
Fikiran : “Bukannya tuhan tidak mendengar do’a kita, hanya saja Dia tahu yang terbaik”
Hati     : “aku ingin orangtua dan saudaraku ! aku ingin mereka mengingat ulang tahunku, menyanyikan satu lagu ! hanya satu lagu saja, Lagu ulang tahun. Makan masakan ibu bersama tanpa kesibukan mereka, kali ini saja !
Fikiran : “tapi aku lebih memilih berkumpul bersama mereka setiap hari tanpa lagu ulang tahun, yang aku inginkan hanya kepedulian satu dengan yang lain. Dan yang paling aku butuhkan adalah kehangatan keluarga.”
Hangat cahaya lilin menyadarkan lamunanku, Aku makan lahap kue terindah di malam ulang tahunku. Andai saja orangtua dan saudaraku disini, aku ingin sekali menyuapi mereka kue ulang tahun dan mereka memberi senyuman teindah juga mencium keningku dengan hangat . lagi – lagi aku berharap dan bermimpi ! malam semakin larut, aku ingin menjadikan mimpi – mimpiku menjadi nyata dalam mimpi.
Mimpiku mejadi nyata setahun kemudian,
Kaka    : “cieee,, nung ! yang hari ini ulang tahun. Traktir makan dong ?! ya ya ya ya ?!”
Nung   : “ahahah, geli hih ! ka. Eit ! harusnya kakak dong yang traktir nung, kan kaka belum pernah traktir nung ! hueheh”
Kaka    : “iya kah ? ya ya ya nanti malam ayo ke pantai !”
Nung   : “asiiik, ajak ibu & ayah juga ya kak ?!”
Kakak  : “sip !”
Sungguh tak ku sangka dan ku duga, tepat di tanggal & bulan kelahiranku mereka bisa berkumpul. Bahagia tak mampu aku ucap dengan kata – kata !
Kami pergi kepantai dengan sepeda kumbang ayah dengan ibu dan kakak dengan aku, aku bangga pada mereka !
Ayah mengajak kami makan di tepi pantai. Aku menyanyi, menari, tertawa, ku nikmati sepoy angin menggerai rambut, deburan ombak yang berderu, dinginnya pasir pantai tak mampu mengalahkan kehangatan keluarga kami, indahnya bintang sebagai aksesoris malam dan bulan lampion nya. Tak hentinya aku kagum pada siluet tuhan yang maha sempurna.
Kali pertama Ayah menyalakan lilin untuk ku, untuk pertama kalinya ibu, ayah dan kakak menyanyikan lagu ulang tahun untukku, dan untuk pertama kalinya aku meniup lilin ulang tahun dengan mereka.
“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun nung, selamat ulang tahun.”
Kakak  : “asik, nung sweet seventen ! mau kado apa nung ?!”
Ayah   : “alhamdulillah, putri ayah sudah besar dan cantik”
Ibu       : “ayah, putri ibu juga kali !”
Nung   : “iyah, iyah, nung putri ayah dan ibu yang paling cantik hueheh. Juga adek kakak  yang paling unyu iya kan ?.”
Mereka : “dasar anak narsis ! haha”
Nung   : “lhoooh hoho nung dibilang anak narsis ?! nung kan anak ayah ibu hehe”
Kakak  : “iyah anak ayah dan ibu, pastinya kakaknya juga cakep gini ahaha”
Aroma jagung bakar menusuk hidung, akulah miss corn haha.
Nung   : “emmm, arroooma nyaa !! sedaap hehe”
Kakak  : “nung, mau jagung bakar ? mau kakak belikan ?”
Nung   : “mau mau mau. Hehe”
Kakak  : “kakak siap meluncur, untuk membeli kado nung ! ahah”
Ayah   : “heh ! tidak ada kado ! tidak ada dan tidak bisa jika kau membelinya tanpa ayah !”
Kakak  : “wah ternyata, ayah ! dengan sepeda kumbang ini ayo kita balap ! siapa yang lebih cepat sampai, jangung itu sah menjadi kado ! berani ?!
Ayah : (batuk) “jangan remehkan ayah ! ayah pasti juaranya ! ahaha” (ayah melewati garis start lebih dulu)
Kakak  : (kaget) “waahh ayah curang, tunggu ayaah aku akan menyusul mu, kau pasti kalah haha”.
Aku bersama ibu menikmati angin malam dan bercerita ketika aku 17 tahun silam, aku tidur di pangkuan ibu. Terdengar jeritan dari seberang jalan.
Aku dan ibu berlari ingin tahu. Tiba – tiba langkahku kaku, lidahku kelu, mataku sayu, badanku layu. Gelap ! hanya bising yang ku dengar ! aku tersadar oleh ringkihan ibu, Kurasakan hangatnya darah, Darah kaka dan ayah. Aku marah ! marah pada mobil plat merah itu ! dia tlah membunuh kakak dan ayah !.
Malam itu lagu ulang tahun terakhir yang ayah dan kakak nyanyikan untukku, itu lagu kematian ayah dan kakak. Kakaaa ! ayaaaaaaahh ! aku terisak dan gelaap !.
(Satu tahun kemudian,)
Hangat Cahaya senja yang memancar mampu membangunkanku yang bersandar di tepi ranjang ibu,
Ibu       : “Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun nung, selamat ulang tahun.”
Nung   : “ibuuu, jangaaan ! jangan nyanyikan lagi lagu itu bu.”
Ibu       : “itu lagu kesukaan ibu, izinkan ibu menyanyikannya. Dengaan menyanyikan lagu itu ibu bisa merasakan kehangatan ayah dan kakak mu hadir dan ada disamping ibu nak, biarkan ibu menyanyikannya untuk mu nak”
Nung   : “tidak bu, jangan! Jangan nyanyikan lagu kematian itu dihadapanku bu !”
Ibu       : “nak, mungkin ini hanya sebuah lagu, lagu kematian bagimu. Tapi tidak bagi ibu ! mati hanya di dunia, lihatlah keluar jendela ! lihatlah kesempurnaan siluet tuhan yang tak pernah hilang tanpa bintang tak pernah hilang tanpa cahaya bulan. Siluet tuhan tak pernah hilang karena ada cahaya matahari yang selalu menyinari. Jangan takut pada bayagan nak, karena di balik bayanyan ada cahaya terang yang menyinari dan mampu memembus pori kulitmu. Ibu ingin kau seperti itu, selalu indah dan tenang tanpa orang – orang tersayang baik itu ayah dan kakak, bahkan ibu. Kamu bisa dan akan selalu tenang jika di hatimu selalu ada tuhan. Percayalah nak !”
Nung   : “aku bukanlah ibu, aku bukanlah aktor k-drama yang mampu hidup tegar tanpa keluarga ! kau jahat bu kau lebih jahat dari ayah dan kakak yang meninggalkanku lebih dulu. Kau pura – pura tegar menahan sakit sendiri” 
Ibu       : “maaf kan ibu nak. ibu mengerti, lama kelamaan kamu akan terbiasa dan pasti bisa. Hidup bukan untuk di renungkan tapi dilakukan nak”
Nung : “ibuuuuu !”
Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun nung, selamat ulang tahun. Itu lagu terakhir dan lagu kematian ibu, ibu meninggalkan ku malam itu dengan cerita luka kanker payudara.
19 tahun usiaku kini, tanpa seorang ibu, ayah dan kakak. Tak pernah ada lagi ulang tahun bersama mereka, dan aku kembali merayakannya tanpa mereka. Aku lelah, aku ingin menyanyikan lagu kasukaan ibu.
“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun nung, selamat ulang tahun.”
Dan itu adalah lagu kematian untukku !
Dorrr (suara pistol) tak ada cahaya jasadku meringkuk.
Tasikmalaya, 6 Desember 2013

 (Siti Nurrohmah)        

Komentar